Aku Bukan Mereka

Update Terakhir: 24 Juli 2022 Oleh Abdul Jalil

Semarang, 4 Mei 2015 – Sudah dalam keadaan sadar aku ingin menulis untuk mereka yang pernah mengenalnya meskipun aku tidak merasa dikenali. Aku datang tidak ada kabar pemberitahuan dan juga pergi tanpa salam penutup. Dengan waktu yang singkat aku bisa mengenali apa yang mereka permasalahkan sedangkan mereka tidak semua mengetahuinya.

Begitu sederhana solusi yang di tawarkan kepada mereka melalui seseorang yang berbeda. Setiap malam bertanya kepada tuan bercerita tentang kesalahan dan kesalahan. Terkadang kebenaran itu hanya sebuah cerita fiktif.

Tentang seorang tuan yang bercerita kepadaku dengan salah satu seorang yang istimewa. Mengapa dirimu diam dalam tanda yang tidak pasti ? Adakah yang salah dengan keadaanku bertanya dengan kepastian ?

Tentu jika aku menulisnya untuk seseorang adakah yang ingin menjawabnya dengan satu kata ? bagiku itu juga bagian dari mimpi. Masing-masing dari mereka mempunyai harga diri yang sangatlah mahal untuk dibeli. Begitu susah untuk dimengerti. Terkadang aku merasa sedih melihat rekan yang sedih namun pura-pura tidak merasa sedih. Pada kenyataannya air matanya sudah membasahi pipi.

Foto Pribadi : Anggota Takmir Masjid Al-Kautsar

Aku tidak sepandai mereka dalam menyembunyikan masalah. Baik itu laki-laki maupun perempuan itu sama saja. Dan merasa selalu salah jika berada di dekat  mereka semua. Mereka begitu menjaga apa yang mereka punya dan sangat tertutup apa yang mereka ucapkan.

Selama aku hidup yang katanya adalah keluarga sebenarnya aku ini sudah mati dalam bayangan mereka. Bagaimana aku bisa hidup jika mereka memasang dinding pembatas yang menjulang tinggi hingga dapat memperkirakan seberapa dalam fondasi yang mereka perlukan untuk membangun dinding pembatas itu.

Homogenisasi, secara tersirat selalu mereka permasalahkan. Aku hanya dapat diam dan mendengarkan dari sisi lain dari sudut yang mereka tidak mengetahuinya. Terdengar lucu saja aku melihatnya dalam kehidupan nyata. Mereka mengetahui namun mereka tidak ingin tahu.

Aku banyak belajar dari sikap-sikap mereka. Ada yang ramah ,dingin ,cuek ,panas, dan masih banyak lagi yang aku ketahui dari mereka. Aku sangat menerima perbedaan mereka dan  tidak peduli dengan latar belakang mereka.

Selama aku masih hidup ingin sekali memberikan hadiah untuk mereka semua. Sepertinya mereka juga tidak menginginkannya. Perjuangan itu bagian dari kehidupanku. Sekalipun aneh itulah aku yang seperti ini. Tidak ada yang lain lagi untuk yang bisa aku sampaikan.

Jangan berbaik hati kepada yang menulis catatan ini. Karena sudah cukup kebaikan yang mereka sampaikan kepadaku. Dan aku ini menuliskan satu catatan lagi untuk mereka semua.

ingatlah hari ini, engkau yang masih berteman berbaiklah kepada siapa pun. Kita tidak tahu rezeki itu datangnya dari siapa. Karena yang kita tahu semua ini datangnya dari Allah SWT.”

#Haruna.

Artikel ini telah terbit pada tanggal 28 Desember 2015 01.36 WIB

Salam,

TTD Abdul Jalil

About Abdul Jalil

Writing every day for happiness

View all posts by Abdul Jalil →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *