Update Terakhir: 28 Juli 2022 Oleh Abdul Jalil
Semarang, 21 Maret 2015 – Tertanggal dengan sebenarnya kenangan pada waktu itu. Sudah dalam waktu lama aku masih mengingat foto itu ketika aku dan mereka sedang bermain bersama. Tentu, aku bukan mereka.
Aku hanya pendatang yang diharapkan dapat membantu mereka. Aku melakukan yang dapat melakukan dengan sebaik-baiknya. Rasa ikhlas yang ingin aku sampaikan kepada mereka namun tidak ingin menimbulkan kepercayaan lain di antaranya.
Senyumku adalah satu yaitu untuk siapa saja yang menginginkan kebahagiaan dariku. Hanya saja tidak banyak orang mengerti akan hal itu.
Berbeda adalah aku dan mereka tidak dapat menyamakan dengan mudah masuk dalam kebersamaan. Dalam pengertianku kebersamaan mereka mengartikan sempit dengan pemikiran suci. Aku adalah sang pengotor bagi mereka yang merasa suci.
Aku bersyukur mendapat kesempatan untuk belajar lebih baik dengan mereka. Karena mereka yang mengajarkanku untuk terus hidup sebagai manusia pada umumnya. Dan aku meyakini ada salah seorang yang mempunyai pemikiran sama denganku.
Mereka hanya takut untuk mengatakannya dengan sebenarnya. Keterbukaan informasi bagi mereka masih dirasa kurang. Sangat baik untuk salah satu sisi yang nyata. Mereka tidak bisa di salahkan atau dibenarkan. Karena aku merasa belum mampu untuk memvonis. Aku adalah manusia bukan Tuhan Sang Pemilik segala ilmu pengetahuan.
Menatap indahnya mereka membuatku terdiam dan terpaku. Mengerti akan hadirnya pengetahuan bagiku dan mereka adalah bukti kita semua adalah manusia yang masih membutuhkan kasih sayang sesama manusia.
Di setiap waktu aku dan mereka selalu memikirkan tentang bagaimana dapat hidup dengan kebahagiaan yang abadi di hari nanti. Aku merasa ada rasa lain ketika kebahagiaanku perlahan mulai berkurang. Dengan sisa waktu yang tersisa saat ini.
Aku ingin mereka mengerti apa yang ingin dibicarakan di lain waktu dengan orang yang berbeda. Aku belum mungkin untuk dapat berjumpa dengan mereka lagi. Karena yang aku tahu mereka lebih suci dariku. Aku hanyalah pengotor bagi mereka yang suci.
Namun, mereka juga teman yang selama ini berbaik hati memperhatikanku dari sudut lain kehidupan. Tidak mengapa bagiku asal mereka dapat berbahagia dengan yang di inginkan. Hingga sekarang ini memang sangat sulit untuk dapat berterus terang kepada mereka tentang masa lalu.
Andai saja pada waktu itu kebersamaan bernilai sama tidak sama dengan nol. Boleh jadi aku dan mereka adalah satu.
Artikel ini telah terbit pada tanggal 12 Maret 20016 14.18 WIB
Salam,