Update Terakhir: 19 Juni 2023 Oleh Abdul Jalil
Manusia adalah makhluk sosial, yang artinya setiap orang itu tidak dapat hidup sendiri sekalipun orang itu kaya, atau memiliki jabatan tinggi. Intinya saling membutuhkan dalam berbagai kondisi di lingkungan bermasyarakat.
Saya menyadari bahwa lingkungan masyarakat membentuk pola pikir, atau pandangan sosial ketika ingin berinteraksi antara satu orang dengan yang lainnya. Lingkungan yang baik tentu, orang-orang di dalamnya cenderung akan ikut memiliki karakter baik, dan juga sebaliknya.
Namun faktanya ada anomali dalam interaksi sosial yang terjadi di masyarakat. Saya menjadi salah satu bagian dari masyarakat juga pernah mengalami anomali tersebut. Ambil contoh gampangnya yaitu seseorang terjebak di lingkungan atau keadaan yang tidak ia inginkan,
Entah itu di organisasi, perkumpulan, lingkaran pertemanan, bahkan orang yang paling dekat kita sendiri. Saya tekankan sekali lagi, setiap orang dan lingkungan itu tidak dapat dipisahkan dalam proses berinteraksi sosial.
Umumnya seseorang yang merasa terjebak di suatu lingkungan atau kondisi itu berhubungan dengan orang lain. Contoh kasus yang paling sering saya temui adalah, masih memiliki permasalahan yang belum terselesaikan antara kedua belah pihak.
Contoh tersebut menjadi dasar dari sikap saling tidak menyukai satu dengan yang lainnya. Apalagi jika satu permasalahan di bawa ke lingkaran pertemanan, semua orang di dalamnya cenderung membenarkan pendapat dari satu sudut pandang saja. Yaitu seseorang yang berada di lingkaran pertemanan tersebut.
Jika sudah seperti itu, tentu saja masalah tidak akan cepat selesai. Karena ada orang lain yang sebenarnya tidak mengetahui secara pasti permasalahannya itu seperti apa. Orang-orang tersebut mungkin mendukung pendapat dari satu sudut pandang saja, hanya untuk sekedar mengamankan posisi agar masih menjadi bagian lingkaran pertemanan.
Bagi saya orang-orang seperti itu, salah satu tipe manusia paling pengecut dan memiliki tingkat keegoisan yang relatif tinggi. Karena dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, saya sering menjumpai orang-orang seperti itu.
Bagaimana Cara Menghadapi Orang-Orang Tersebut?
Jika orang-orang tersebut tidak menyukai kita karena masalah yang tidak mereka ketahui pasti. Kita memiliki kecenderungan untuk tidak menyukai mereka juga, dalam konteks berinteraksi sosial. Lebih tepatnya sebisa mungkin ingin menghindari segala bentuk kontak fisik maupun non-fisik (media sosial).
Tapi hal itu sangat sulit terjadi untuk sekarang ini, di zaman sudah canggih, manusia yang kritis dengan segala bentuk perubahan kondisi sosial bermasyarakat.
Baiklah, manusia memang tidak bisa lepas dari yang namanya masalah hidup. Sebagai manusia normal tentu menginginkan hidup bermasyarakat dengan penuh keharmonisan, dan bisa saling menghargai. Walaupun pasti ada yang tidak kita sukai.
Jika kita tidak ingin terjebak di suatu lingkungan atau kondisi. Kita hanya melakukan sedikit perubahan dari dalam diri sendiri. Semua itu di mulai dari diri sendiri.
Untuk urusan orang-orang tersebut yang masih berpikir buruk tentang kita. Anggap saja mereka belum memiliki kesempatan terbaik untuk berkembang menjadi manusia yang lebih baik.
Ada banyak cara menghargai orang-orang yang tidak kita sukai di dalam lingkungan bermasyarakat, khususnya lingkungan organisasi atau perkumpulan. Tapi di sini, saya ingin memberitahukan beberapa saja berdasarkan pengalaman pribadi.
Memaafkan Diri Sendiri Terlebih Dulu
Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Sebelum melibatkan orang lain dalam berinteraksi sosial, langkah pertama adalah memaafkan diri sendiri. Ada alasan mengapa memaafkan diri sendiri itu perlu dan penting, antara lain:
- Pernah melakukan kesalahan di masa lalu.
- Merasa menjadi manusia paling hina atau berdosa di antara lainnya.
- Tidak menjadi bagian dari lingkaran pertemanan lagi.
Sejatinya maafkan diri sendiri itu termasuk salah satu cara menghargai kehidupan. Jika sudah berhasil memaafkan diri sendiri, di dalam hati rasanya ada ketenangan batin, dan sebagai manusia biasa hanya perlu melakukan langkah selanjutnya.
Tetap Buat Baik
Jika ingin menghargai orang lain, ya tetap berbuat baik. Sekali pun kita tidak menyukai orang tersebut. Menghargai merupakan bagian dari sikap peduli terhadap diri sendiri dan orang lain. Berbuat baik sesuai kemampuan, tidak akan mengurangi value dari kebaikan itu sendiri.
Berbuat baik dalam konteks catatan ini tidak dilakukan dalam pengaruh emosional yang negatif. Lakukan sesuai kata hati, seolah-olah sedang beribadah, dan jangan sekali-kali mengharapkan timbal balik kepada manusia.
Terkadang, setiap kebaikan yang kita lakukan hanya membuat kita semakin capek dan terkesan sia-sia. Kalau sudah seperti itu, kembali lagi ke pribadi masing-masing.
Memaafkan Kesalahan Yang Orang Lain Lakukan
Setelah memaafkan diri sendiri, tetap berbuat baik, tapi masih diperlakukan tidak baik dari orang-orang tersebut. Saya rasa Tuhan sedang menguji setiap hamba-Nya yang akan naik ke tingkat berikutnya.
Pernah dalam posisi tersebut, tapi saya menyadari dunia ini merupakan tempat kita beribadah dan mencari rezeki. Saya hanya perlu melakukan apa yang saya yakini benar, dan tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah terjadi di masa lalu.
Dari ketiga poin di atas, merupakan pengalaman saya pribadi selama ini. Seperti yang saya sampaikan tadi. Sebenarnya ada banyak cara, saya menggunakan banyak cara menyesuaikan dengan kebutuhan.
Namun ketiga poin tersebut merupakan inti dari pertanyaan tersebut (judul catatan). Ketiganya masih bisa dikembangkan menyesuaikan dengan karakter masing-masing yang bersangkutan.
Jika ada hal yang masih kurang jelas, saya sangat berharap pertanyaan dari pembaca blog ini. Karena hal itu mungkin akan menambah poin penting catatan ini, dan bisa saya bahas di kemudian hari.
Saya rasa catatan ini cukup sampai di sini saja.
Sekian dari saya, dan terima kasih!
Salam,