Catatan Satu Mei Bagian Pertama

Update Terakhir: 26 Oktober 2022 Oleh Abdul Jalil

Estimasi waktu baca: 6 menit

Dalam kesempatan singkat hidup bersama teman-teman masjid, meluangkan waktu sejenak bermain ke tempat yang kami suka. Laki-laki seperti kami memang suka bermain tanpa rencana yang jelas. Ini bukan kejadian yang pertama mungkin sudah kesekian kalinya.

Dahulu aku adalah salah satu anggota takmir masjid di kampus. Menjadi takmir masjid bukan suatu paksaan hidupku. Aku senang bisa menjadi bagian dari takmir masjid. Karena aku juga bisa belajar untuk menjadi manusia yang memanusiakan lainnya.

Banyak orang awam bilang menjadi seorang takmir masjid itu susah, padahal menyenangkan sekali bisa selalu dekat dengan masjid dalam bahasa kerennya adalah “ memakmurkan masjid ” kan bisa menjadi nilai lebih di kehidupanku nantinya.

Dalam foto itu yang aku buat catatan merupakan salah satu kenangan yang terjadi pada bulan Mei. Malam hampir tengah malam dalam keadaan hujan gerimis kami semua memulai perjalanan dengan menggunakan sepeda motor kira-kira jam 10 atau 11.

Awal perjalanan masih bulan April sempat terjadi kecelakaan kecil (La Ode berboncengan dengan Ade Fajrian) di perempatan Baskoro. Keduanya adalah teman satu tim di ketakmiran dari jurusan biologi. Sejak terjadinya kecelakaan kecil kemudian aku yang mengambil alih kemudi berbocengan dengan Ade.

Perjalanan malam dengan udara dingin membuat kami tambah semangat untuk terus melanjutkan perjalanan sampai di tujuan awal (Yogyakarta), sempat terjadi kemacetan panjang di perbatasan kab. Semarang dengan Temanggung karena ada truk trailer yang mogok.

Satu truk mogok menimbulkan kemacetan yang panjangnya lebih dari 3 Km. Untuk kendaraan yang beroda dua masih bisa mengatasi dengan memanfaatkan sebagian bahu jalan.

Lumayan lelah kami harus berhadapan dengan kemacetan itu, namun setelah melewati kemacetan panjang kami semua langsung bergegas dengan kecepatan yang luar biasa. Aku sendiri di jalanan lurus bersama Ade menggunakan motor matic mampu menembus kecepatan > 110 Km/Jam.

Jalanan menuju perbatasan Jawa Tengah dengan Yogyakarta memang sangat nyaman untuk memacu motor dengan kecepatan tinggi karena waktu itu jalan dalam keadaan sepi. Jadinya aku berani ngebut sampai 110Km/Jam.

Alasan ku untuk ngebut itu karena mengejar ketertinggalan dari rombongan, namun pada akhirnya mereka yang tertinggal. Aku jadi merasa bersalah karena meninggalkan mereka. Dengan senang hati aku dan Ade menunggu mereka di dekat perbatasan. Dan ketemu juga dengan mereka semua, alhamdulillah semuanya selamat.

Abdul Jalil  (Undip) dan Teman-teman Ketakmiran Fakultas Sains dan Matematika 1 Mei 2015 01.43 WIB

Kami masih ingin melanjutkan tujuan pertama yaitu menuju Malioboro, dipikir sedikit gila juga alasan datang di jam seperti itu. Karena kami ingin membawa Ade jalan-jalan untuk pertama kalinya di Kota Yogyakarta, dengan senang hati kami mengajaknya pergi kesana.

Aku dan yang lain mungkin sudah sering jalan-jalan di sana (tidak semua tempat sih) namun cukuplah kalo untuk menjadi orang yang berpengalaman. Dengan suasana Malioboro yang sepi (biasanya sangat ramai dengan orang-orang), jelas saja suasana sangat sepi karena kami datang sudah lewat tengah malam (dini hari).

Setelah sampai di sana banyak orang yang kelelahan sampai tertidur di pinggiran jalan. Aku juga merasakan lelah dan rasa ngantuk yang luar biasa. Tidur sejenak tidak mengapa, asal tidak sampai matahari terbit.

Pada akhirnya kami memutuskan untuk mencari suatu tempat (minimal nyaman untuk tidur ayam). Rasa ngantuk yang masih menyelimuti kami semua perlahan namun pasti. Tuhan menuntun kami menuju Stadion sepak bola dekat UGM.

Bukan untuk tidur melainkan makan pagi (alhamdulillah ketemu burjo). Awalnya kami ngantuk namun selang beberapa saat makanan sudah terjadi mata kembali bersinar. Kira-kira jam tiga lebih kami belum benar-benar tidur (yang sesungguhnya), pada akhirnya setelah kami makan satu per satu tidur dengan posisi masing-masing.

Ada yang tidur depan toko tanpa alas apapun (gelandangan terpelajar), ada yang tidur di deretan bangku penonton di stadion, dan ada juga yang bisa tertidur di atas motor. Aku sendiri duduk dengan posisi duduk di depan burjo.

Anehnya lagi ada 2 orang teman yang sama sekali belum tidur (Imam Hanafi dan Agus Mahardika). Tidak sia-sia kami yang sempat tertidur dengan nyaman meskipun hanya beberapa saat karena adzan shalat subuh sudah berkumandang (rasanya seperti belum tidur).

Posisi kami yang memang berdekatan dengan masjid, mudah saja untuk kami terbangun kemudian melaksanakan shalat berjamaah. Bodohnya kami melewatkan tempat yang nyaman untuk tidur. Padahal di dalam masjid darurat terdapat karpet hijau yang lembut dan nyaman untuk tidur (mungkin karena posisi gelap kami tidak tahu situasi).

Kami shalat subuh berjamaah dirasa-rasa sambil tidur deh. Ya apa daya kami ini yang kelelahan menggelandang di kota orang. Tidur tidak pasti, makan tidak kenyang, rindu kekasih pun juga ada-ada saja ceritanya.

Setelah shalat subuh selesai kami semua mempunyai rencana untuk bangun jam 6 pagi dengan menyalakan semua alarm henpon pada jam tersebut. Namun pada kenyataannya rencana tetaplah rencana hanya aku yang terbangun dari tidur pada jam 6 pagi karena merasa terganggu dengan bunyi alarm yang sangat berisik sekali.

Anehnya mereka tidak terbangun justru semakin nyaman untuk melanjutkan kegiatan tidur. Aku sudah telanjur bangun ya langsung saja ke kamar mandi untuk membasahi diri.

Menunggu mereka bangun lumayan juga aku  ingin tidur kembali. Tapi aku kan aku sudah mandi, jadinya badanku terasa lebih segar. Dan mereka sendiri bangun kira-kira jam 8 pagi, meleset dua jam dari rencana awal.

Tidak mengapa karena Tuhan sudah merencanakan dengan sedemikian baiknya. Jadi, sebagai hamba yang menerima kenyataan dan bersyukur itu jauh lebih baik. Setelah kami semua terbangun rencana selanjutnya adalah menuju ke Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) dengan agenda “ survei situasi dan kondisi ” (Rohis) Fakultas MIPA yang ada di UNS.

Padahal yang di tugasi hanya 1 orang saja dari Rohis Fakultas Sains dan Matematika (Madani) dan sisanya adalah anggota ketakmiran. Sedangkan Imam, Rea dan Agus berpisah dari kami karena ada agenda ingin mendaki gunung Lawu. Dengan rasa gembira kami berpisah menuju tujuan masing-masing. Bersambung……….

Artikel ini telah terbit pada tanggal 23 Oktober 2016 14.25 WIB

Salam,

TTD Abdul Jalil

About Abdul Jalil

Writing every day for happiness

View all posts by Abdul Jalil →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *