Doa Seribu Wanita di Masjid UIN Walisongo

doa seribu wanita di masjid

Update Terakhir: 19 Juli 2021 Oleh Abdul Jalil

Catatan ini aku buat atas dasar pengalaman singkat di suatu tempat tentang doa seribu wanita. Dalam perjalanan hidupku ada saja peristiwa yang terjadi. Dan kali ini aku hanya bisa duduk diam terpaku tidak banyak kata. Jika kalian menjadi aku mungkin saja sudah pergi sejauh yang didapat.

Jadi, cerita berawal dari ketika aku dan beberapa laki-laki akan melaksanakan Shalat subuh berjamaah. Pada waktu itu aku sedang ada di kampus 2 UIN Walisongo Semarang dalam rangka latihan gabungan water rescue .

Tanggal 3 September 2016 menjadi hari yang membuatku akan selalu ingat akan hal itu “ Doa Seribu Wanita ” , dari judulnya sengaja aku buat begitu karena memang ingin.

Awal Ceritanya Itu di Masjid

doa seribu wanita di masjid
Masjid – Pexels.com

Di masjid adzan subuh berkumandang terdengar oleh telingaku dan beberapa orang yang menyadarinya. Jauh sebelum adzan subuh aku sudah terbangun karena ingin merasakan mandi pagi tanpa antri.

Lima teman (termasuk aku) datang memasuki masjid. Di dalam masjid suasana begitu sangat ramai dengan orang-orangnya yang rajin untuk melaksanakan ibadah bersama. Bukan tanpa alasan aku dan teman-teman meluangkan ibadah di masjid, karena di masjid air selalu lancar dalam urusan ibadah selebihnya  aku tidak menyarankannya untuk mandi atau sekedar untuk buang air.

Aku duduk di barisan paling depan, anehnya hanya ada kami berlima teman satu orang lain yang mungkin akan menjadi imam. Aku berpikir di dalam hati di kampus UIN saja satu baris saja tidak penuh di sesi shalat subuh termasuk salah satu teman juga berpikir sama akan hal itu.

Namun ketika aku melihat ke belakang. Masya Allah . . . .perempuan-perempuan suci ternyata sudah duduk manis menunggu iqomah. Lantas aku dan teman-teman lain bertanya “ laki-lakinya pada kemana ya ? ” Sungguh pemandangan tidak biasa bagiku.

Asal Mula “Doa Seribu Wanita”

Aku mencoba menghitung menggunakan prakiraan perempuan yang duduk di belakangku totalnya ada lebih dari 100 orang. Aku merasa malu sebagai laki-laki namun aku senang mereka sangat bersemangat dalam urusan ibadah ya cocoklah untuk calon istri.

Iqomah sudah terdengar langkah Imam masjid sudah terlihat jelas. Aku pikir beliau adalah seorang dosen (tidak tahu pasti). Yang pasti beliau adalah Imam. Benar saja satu baris memang tidak penuh oleh kami (para lelaki jomblo). Padahal kalau teman-teman peserta lain pada ikut shalat subuh berjamaah boleh jadi sudah penuh untuk satu baris saja. Ya mau bagaimana lagi laki-lakinya hanya ada kami.

Dua rakaat salam tersampaikan duduk dengan bersila sambil memanjatkan doa. Imam pula yang memimpin doa seusai shalat subuh berjamaah. Doa sederhana namun cukup untuk memberi ketenangan hati. Aku kira setelah doa yang di pimpin imam sudah selesai semuanya sudah selesai (posisiku masih duduk) membubarkan diri dengan tertib.

Kaget luar biasa masih ada agenda lain yang di lakukan oleh jamaah perempuan. Jahatnya lagi aku ditinggal oleh teman-temanku dan hanya menyisakan aku dan satu temanku. Karena merasa tidak sopan ketika mereka (perempuan) sedang melantunkan Al-Asmaul Husna kami tidak angkat kaki begitu saja. Menunggu sekaligus ikut melantunkan juga.

Suara mereka begitu sangat merdu yang masuk di telingaku, aku dan satu temanku hanya bisa diam melihat dari balik kaca transparan calon-calon istri (entah untuk siapa). Hatiku damai jika itu aku mendengarnya di setiap pagi ketika seusai shalat subuh. Masih ku duduk sambil menikmati alunan nada kerinduan hati untuk Sang Pencipta bersama mereka hingga hampir tertidur di depan tempat shalat.

Aku pikir akan sebentar namun butuh waktu yang lumayan untuk menyelesaikannya. Tidak mengapa karena mereka begitu indah. Di posisiku yang masih duduk sekilas suara akhir lantunan Al-Asmaul Husna telah selesai. Satu temanku sepertinya sudah tertidur ayam karena ngantuk menunggu mereka selesai.

Aku Masih Berpikir

Aku masih berpikir kembali apakah mereka akan membubarkan diri seusai itu. Namun pada kenyataannya ketika kami masih duduk mereka berdiri lalu mengelilingi kami berdua. Kaget bukan main, ku pikir mereka akan melakukan apa pada kami yang masih duduk. Ku bangunkan temanku lalu berdiri keluar masjid memotong jalan di antara perempuan suci.

Mereka hanya melihat kami sedang berjalan tanpa ada suara. Setelah sampai di luar temanku mendengar suara seorang perempuan yang menggunakan bahasa inggris menyampaikan sesuatu di dalam masjid.

Teman-teman lain yang tadi ikut di masjid ternyata sudah menunggu di halaman. Spontan saja kami tertawa antara malu, senang , resah, gundah dan apapun itu karena peristiwa di dalam masjid. Serasa kami berdua di doakan oleh seribu wanita.

Pada kesempatan yang sama aku bertanya kepada salah satu panitia. Dan ternyata mereka yang shalat berjamaah di masjid merupakan santriwati kampus tersebut dan juga kalau pagi memang ada agenda seperti itu. Jadi lebih tahu sedikit tentang mereka. Sungguh aku baru menyadarinya akan hal itu.

Dalam hati aku bermimpi andaikan salah satunya ada calon istriku betapa senang aku bila mengetahui istriku adalah santriwati berstatus mahasiswa UIN. Bagiku tidak perlu di ragukan lagi jika sebagian besar mahasiswa UIN itu orangnya alim-alim (pasti juga ada penyeimbangnya).

Aku rasa cukup saja untuk mencatatnya, masih ada catatan lain yang perlu aku selesaikan di waktu luangku ini. Semoga suatu hari nanti bisa bertemu dengan seorang Haruna yang aku cintai.

Catatan: Artikel ini pertama diunggah pada tanggal 26 September 2016 16:07 WIB

Baca juga:

Salam,

TTD Abdul Jalil

About Abdul Jalil

Writing every day for happiness

View all posts by Abdul Jalil →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *