Terima Kasih Untuk Malam Itu

Update Terakhir: 11 September 2022 Oleh Abdul Jalil

Aku lelah sehingga tertidur. Malam kebersamaan untuk mengikuti acara di masjid alun-alun setiap tanggal 25. Entah apa yang aku pikirkan pada waktu itu sehingga tertidur dengan nyamannya. Karena memang tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Catatan salah satu teman dekatku lagi yang bernama Mohamad Wahyu Ristiawan. Dia adalah seorang yang sederhana cerdas dan penuh akan tanda tanya. Itu semua merupakan gambaran awal mengenai dirinya. Cinta dan cita-cita tidak pernah hilang darinya hanya saja pernah hari-hari merasa sakit karena cinta.

Dia merupakan teman yang selalu terlihat gembira di hadapan banyak orang sekalipun hatinya sedang sedih. Ya lagi-lagi juga karena cinta. Hidup ini memang indah kalau ada cinta. Aku sendiri juga ingin sekali lebih bahagia juga karena cinta. Memang tidak mudah tapi aku mampu untuk melakukannya.

Kami mempunyai semangat yang besar untuk mencapai sesuatu yang di cinta. Itu karena akan menjadikan hidup ini lebih terasa hidup.

Pada malam itu adalah tertanggal 26 Juni sekitar pukul 01.31 WIB saat salah satu temanku mengambil foto tersebut. Acara yang rutin dilaksanakan di Semarang memang sudah biasa hingga larut malam bahkan hingga pagi menjelang subuh baru selesai. Acaranya sederhana sekali yaitu membahas tentang kehidupan ini, tidak jauh-jauh kok.

Dia hampir sama sepertiku “ tidak ingin repot-repot ” dalam menanggapi masalah kehidupan. Apalagi yang berkaitan dengan agama. Karena sekarang ini semua hal di kaitkan dengan nama agama. Ya memang tidak masalah asal pada porsi yang sepantasnya saja,

Perang mulut atas nama agama, saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya. Itu yang membuat kehidupan ini menjadi lebih tidak harmonis lagi walaupun agama mana pun itu sebenarnya yang mengajarkan cinta damai.

Agama menjadi alat perang pada jaman sekarang ini tidak bisa di hilangkan lagi. Karena ada banyak pihak yang sangat ingin terjadinya peperangan.

Maka pada malam itu banyak pokok bahasan yang didiskusikan oleh cak nun dan kawan-kawan semua tentang permasalahan hidup ini. Kalau manusia itu bisa saling memahami satu dengan yang lainnya. Bisa jadi adu mulut dengan manusia lainnya itu tidak ada, hanya karena agama semata.

Mohamad Wahyu Ristiawan (Jepara) dan Abdul Jalil (Grobogan) di Pelantaran Masjid Alun-Alun Simpang Lima. Semarang.

Hidup ku memang di batasi oleh kemampuanku sendiri. Andai saja mampu untuk mengatakan apa yang sudah dirasakan olehku ini. Entah sudah berapa banyak orang merasa malu sendiri karena ucapannya. Selama ini aku hidup dengan melakukan tindakan yang dirasa benar dan tidak semata-mata melakukan kebenaran dengan berkomentar di mana-mana orang berkumpul.

Temanku itu sedikit berbeda dengan apa yang aku miliki , namun tujuan hidup masih tidak berbeda untuk satu hal itu yang berkaitan dengan kehidupan beragama. Lebih baik aku menjauhi yang namanya debat, jelas kali aku sampai berdebat akan menjadi yang terkalahkan. Karena yang aku pikirkan adalah mengalah untuk menjadi pemenang tanpa harus merasa mengalahkan siapapun.

Dalam kehidupan ini dirinya adalah satu orang yang penting bagi siapa pun yang mengenalnya. Karena terkadang banyak orang rindu akan kehadiran dirinya. Karena yang aku tahu sekali dia tidur akan sangat sulit untuk membangunkannya. Namun, dia bisa bangun lebih cepat daripada siapa ketika dirinya sudah berurusan dengan seorang perempuan (yang mungkin dicintainya).

Semua pernah terjadi dengan mudah dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Banyak hal yang pernah kami lewati bersama selama lebih dari tiga tahun ini. Aku rasa catatan ini tidak akan menjadi penting karena memang ya tidak penting.

Memang aku senang melakukan sesuatu yang tidak penting dan jarang dilakukan oleh orang lain, karena itu yang  membuatku merasa lebih hidup di dunia ini.

Aku rasa catatan ini harus segera di akhiri sebelum merembet ke yang lainnya. Karena bisa saja aku mencatat sesuatu yang jauh lebih tidak penting dari pada hal ini. Sekian

Artikel ini telah terbit pada tanggal 23 Juli 2016 08.33 WIB

Salam,

TTD Abdul Jalil

About Abdul Jalil

Writing every day for happiness

View all posts by Abdul Jalil →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *