Update Terakhir: 25 Juni 2024 Oleh Abdul Jalil
Semarang, 29 Desember 2022. Hari yang sejuk memulai perjalanan singkat menuju kota sebelum senja untuk bertemu seseorang. Ada hal yang perlu aku sampaikan untuknya. Oleh karena itu, aku ingin menyempatkan waktu sejenak duduk bersama dengan tenang untuk bercerita tentang ‘masa depan‘.
Aku tidak ingin menjelaskannya secara detail kepada ‘kalian‘, mengingat apa yang sudah pernah kalian lakukan padaku. Benar-benar menyakitkan dan sangat sulit untuk kembali percaya. Satu hari nanti cepat atau lambat kalian akan menyesalinya.
Tapi aku tidak akan pernah meninggalkan kalian. Aku masih memegang janji hingga saat ini, meskipun tidak banyak orang yang mengetahuinya. Memang aku ini seperti orang bodoh, tapi biasanya orang bodoh selalu memiliki cara untuk memulai percakapan.
Asal kalian tau, aku banyak belajar mendengarkan ‘suara‘, melihat sesuatu hal yang ‘kalian‘ tidak bisa melihatnya, bahkan mengetahui ending-nya akan seperti apa. Untuk beberapa kasus yang sudah atau akan terjadi aku memilih diam dan menyimpannya (mungkin untuk selamanya).
Hal itu seperti omong kosong, namun beberapa orang telah menyesalinya dan aku hanya bisa tersenyum. Setidaknya aku sudah berusaha dengan sebaik-baiknya mengingatkan. Daya ingatku masih cukup bagus untuk bisa mengingat hal penting untuk disampaikan ‘ke beberapa tujuan‘.
Keadaan semakin sulit bersama orang-orang di dalamnya, mengingat sebagian orang sekarang hanya mencari ‘kepuasan secara instan‘. Mengeluh tanpa berusaha yang terbaik untuk bisa mewujudkan ‘impian‘.
Meskipun hidupku masih “gini-gini saja“, aku hampir tidak merasa iri dengan orang lain. Karena aku sudah mengetahui hal paling dasar dan peran tentang kehidupan ini. Tidak semua orang sanggup menemukan ‘hal dasar‘ tersebut tentang kehidupan.
Senyum Untuk Masa Depan
Sebelum lanjut,
Haruna, jangan cemburu dulu yaa? Dia adikku yang ‘mungkin’ masih polos untuk bisa mengetahui banyak pengetahuan. Tenang, aku masih mencintaimu dari dulu hingga saat ini bahkan lebih dari 1 dekade. Jika semesta ini mendukung lebih cepat, harusnya anak pertama kita mungkin sudah berumur 1 tahun lebih 2 bulan saat aku menulis catatan ini.
Jika kau benar-benar mencintaiku, harusnya kau mengerti apa yang sudah aku tulis melalui surat pada waktu itu. Namun, jika memilih “jalan” lain aku juga sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Aku tidak akan menyerah!
Lanjut,
Oh iya kenalin, Dia adalah Wiwi/Wiwi+k (nama panggilan) entah ejaannya benar atau salah aku tidak peduli. Namun, di dalam otakku selama ini sejak kenal pertama kali di dapur dia adalah “Fia” (sesuai dengan nama belakangnya).
Jujur saja hingga saat ini aku sulit sekali mengingat nama panggilannya, butuh waktu beberapa detik untuk memproses>mengucapkan>mengingat namanya. Aku tidak tau apakah dia akan merasa aneh jika memanggilnya dengan nama Fia.
Meskipun begitu, aku akan berusaha untuk mengingat namanya meskipun itu akan merusak memoriku. Hihihi
Sebelum dia berangkat PKL dan meninggalkan Tembalang, aku menyempatkan waktu untuk memberikan ‘wejangan’ agar dia baik-baik saja dan kembali dengan keceriaan. Berharap dia selalu mengingat apa yang pernah aku sampaikan.
Di sini aku tidak perlu menyampaikan pesan lagi. Karena ‘kesempatan itu‘ sudah aku gunakan. Selebihnya hanya dia yang bisa memutuskannya.
Satu hari nanti aku ingin melihatnya mengenakan TKU Pandega bersama teman-teman seperjuangannya. Itulah salah satu bentuk kebahagiaanku.
Cukup itu saja ya bisa aku tulis di catatan ini yang berjudul “Duduk Bersama Untuk Bercerita Tentang Masa Depan“. Semoga lain kesempatan bisa membuat kisah yang lebih keren bersama teman-teman lainnya.
Salam,